Halaman

ucapan

Sabtu, Desember 22, 2012

Matematika dan Candi Borobudur

Ternyata konsep fraktal tak cuma diterapkan nenek moyang bangsa Indonesia melalui batik dan budaya tekstil saja. Secara turun temurun tradisi fraktal ini telah mengejawantah dalam desain dan bentuk bangunan peninggalan sejarah seperti candi. Hal ini disimpulkan oleh kelompok riset Bandung Fe Institute, yang selama beberapa tahun terakhir meneliti fraktal dalam kebudayaan Indonesia. Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan. Seringkali suatu fraktal memiliki pola tertentu yang mengulang dengan bentuk rekursif dan iteratif. Salah satu bangunan monumental yang telah menerapkan konsep geometri fraktal, menurut mereka adalah Candi Borobudur, yang ditetapkan sebagai salah satu World Heritage Site (situs peninggalan sejarah dunia) oleh UNESCO. "Pengukuran yang kami lakukan pada setiap bagian Candi Borobudur, mengkonfirmasi hal ini secara matematis," ujar Hokky Situngkir, peneliti dan President Bandung Fe Institute, dalam sebuah rekaman Videocast yang ia unggah di situs video YouTube. Menurut Hokky, Borobudur adalah bangun ruang yang memiliki keserupaan dengan elemen-elemen dirinya sendiri. Di dalam Borobudur, misalnya, ada banyak bentuk geometri stupa. "Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan," ia menjelaskan. Selain itu, 
Sumber: Wikipedia
Hokky menjelaskan, hal ini juga diverifikasi oleh pengukuran Parmono Atmadi dari UGM, yang menemukan keteraturan bangunan Borobudur yang memenuhi unsur perbandingan 9:6:4. Rasio itu, misalnya hadir pada perbandingan ukuran tinggi tiga bagian Candi, yakni bagian Arupadhatu (dunia tanpa bentuk) - bagian stupa utama dan stupa-stupa yang membentuk lingkaran, bagian Rupadhatu (dunia bentuk) - bagian yang mencakup stupa-stupa yang berada di landasan berbentuk persegi, serta bagian Kamadhatu (dunia nafsu) - bagian kaki.       Hokky juga mengatakan, bahwa sebenarnya stupa sendiri merupakan bentuk ellipsoid 3 dimensi yang memenuhi rasio 9:6:4. "Keteraturan ini kita jumpai di seluruh bagian Borobudur, baik secara horizontal maupun vertikal," katanya. Tak hanya itu, kata Hokky , hasil observasinya terhadap Borobudur menyimpulkam bahwa dimensionalitas Borobudur memenuhi dimensi fraktal antara 2 dan 3. "Kalkulasi kita menemukan bahwa dimensionalitas bangunan candi Borobudur ada di antara 2 dan 3," kata Hokky melalui surat elektroniknya kepada VIVAnews. Dengan pemodelan komputasional cellular automata, ditemukan bahwa candi ini memenuhi aturan 816 celullar automata 2 dimensi pada sistem ruang 3 dimensi. Ini digunakan pada saat mereka nenek moyang kita saat membuat Borobudur menumpuk blok batuan dengan pola penumpukan batuan 6,7, 9, 10. Secara konvensional kita mengenal konsep dimensi, yang merupakan 'bilangan bulat'. Dimensi 1 direpresentasikan dengan garis, dimensi 2 dengan bidang, dimensi 3 dengan ruang, dimensi 4 dengan ruang dan waktu, dan seterusnya. Nah, Fraktal adalah konsep geometri yang mengenal dimensi 'bilangan pecahan'. "Jadi Candi Borobudur bukanlah bangun ruang 3 dimensi biasa dan tak tepat pula dilihat sebagai bentuk-bentuk 2 dimensi. Candi Borobudur ada di antara dimensi 2 dan 3," ujar Hokky yang juga peneliti pada Surya Research International. Sebelumnya, hipotesis tentang adanya sifat fraktal pada beberapa bangunan candi sudah mengemuka sejak beberapa tahun lalu. Hal yang sedikit membingungkan adalah, nenek moyang kita tidak mengenal ukuran metrik standar, namun mereka mampu membuat bangunan-bangunan yang demikian kompleks seperti Borobudur. "Bagaimana mungkin sebuah peradaban yang tak punya sistem metrik standar, pemahaman mekanika dan statika modern, mampu mendirikan bangunan yang sedemikian kompleks seperti Borobudur? Jawabannya adalah cara ber-geometri nenek moyang kita mungkin adalah fraktal geometri!" kata Hokky. Borobudur sendiri adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra, yang menganut agama Budha Mahayana. Candi yang memiliki 2.672 panel relief, serta 504 patung Buddha, itu sempat terkubur oleh lapisan vulkanik selama beberapa abad dan dikelilingi oleh rerimbunan hutan, sebelum akhirnya ditemukan kembali pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles. 

  1. Bentuk bangunan. Candi ini berbentuk tapak persegi ukuran panjang ± 123 m, lebar ± 123 m dan tinggi ± 42 m. Luas 15.129 m2.
  2. Volume material utama. Material utama candi ini adalah batuan andesit berporositas tinggi dengan berat jenis 1,6-2,0 t/m3. Diperkirakan terdapat 55.000 m3 batu pembentuk candi atau sekitar 2 juta batuan dengan ukuran batuan berkisar 25 x 10 x 15 cm. Berat per potongan batu sekitar 7,5 – 10 kg.
  3. Konstruksi bangunan. Candi borobudur merupakan tumpukan batu yang diletakkan di atas gundukan tanah sebagai intinya, sehingga bukan merupakan tumpukan batuan yang masif. Inti tanah juga sengaja dibuat berundak-undak dan bagian atasnya diratakan untuk meletakkan batuan candi.
  4. Setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya disambung berdasarkan pola dan ditumpuk.
  5. Semua batu tersebut diambil dari sungai di sekitar candi borobudur.
  6. Candi borobudur merupakan bangunan yang kompleks dilihat dari bagian-bagian yang dibangun. Terdiri dari 10 tingkat dimana tingkat 1-6 berbentuk persegi dan sisanya bundar. Dinding candi dipenuhi oleh gambar relief sebanyak 1460 panel. Terdapat 505 arca yang melengkapi candi.
  7. Teknologi yang tersedia. Pada saat itu belum ada teknologi angkat dan pemindahan material berat yang memadai. Diperkirakan menggunakan metode mekanik sederhana.
  8. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan. Tidak ada informasi yang akurat. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa candi borobudur dibangun mulai 824 m – 847 m. Ada referensi lain yang menyebut bahwa candi dibangun dari 750 m hingga 842 m atau 92 tahun.
  9. Pembangunan candi dilakukan bertahap. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. Tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Tahap kedua, pondasi borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar. Tahap ketiga, undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya. Tahap keempat, ada perubahan kecil, yakni pembuatan relief perubahan pada tangga dan pembuatan lengkung di atas pintu.
  10. Jumlah stupa di tingkat arupadhatu (stupa puncak tidak di hitung) adalah: 32, 24, 16 yang memiliki perbandingan yang teratur, yaitu 4:3:2, dan semuanya habis dibagi 8. Ukuran tinggi stupa di tiga tingkat tersebut adalah: 1,9m; 1,8m;1,7m masing-masing bebeda 10 cm. Begitu juga diameter dari stupa-stupa tersebut, mempunyai ukuran tepat sama pula dengan tingginya : 1,9m; 1,8m; 1,7m
  11. Beberapa bilangan di borobudur, bila dijumlahkan angka-angkanya akan berakhir menjadi angka 1 kembali. Diduga bahwa itu memang dibuat demikian yang dapat ditafsirkan : Angka 1 melambangkan ke-esaan sang adhi buddha. Jumlah tingkatan borobudur adalah 10, angka-angka dalam 10 bila dijumlahkan hasilnya : 1 + 0 = 1. Jumlah stupa di arupadhatu yang didalamnya ada patung-patungnya ada : 32 + 24 + 16 + 1 = 73, angka 73 bila dijumlahkan hasilnya: 10 dan seperti diatas 1 + 0 = 10. Jumlah patung-patung di borobudur seluruhnya ada 505 buah. Bila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentar ANDA