Halaman

ucapan

Senin, Maret 28, 2011

Meruntuhkan Mitos Matematika “Menakutkan” Menjadi “Menyenangkan”


Mendengarkan kata ”Matematika”, kebanyakan orang akan merasakan sesuatu yang tak menyenangkan. Mereka akan membayangkan angka-angka yang rumit dan susah dipecahkan, terbayang rumus-rumus yang sulit dihapal dan dimengerti. Matematika juga sering dipahami sebagai sesuatu yang mutlak sehingga seolah-olah tidak ada kemungkinan cara menjawab yang berbeda terhadap suatu masalah. Matematika dipahami sebagai sesuatu yang serba pasti. Siswa yang belajar di sekolah pun menerima pelajaran matematika sebagai sesuatu yang mesti tepat dan sedikitpun tak boleh salah. Sehingga matematika menjadi beban dan bahkan menjadi sesuatu yang menakutkan.
Banyak mitos menyesatkan mengenai matematika. Mitos-mitos salah ini memberi andil besar dalam membuat sebagian masyarakat merasa alergi bahkan tidak menyukai matematika. Akibatnya, mayoritas siswa kita mendapat nilai buruk untuk bidang studi ini, bukan lantaran tidak mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi dan takut sehingga tidak pernah atau malas untuk mempelajari matematika. Meski banyak ”mitos” sesat yang sudah mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap matematika, antara lain:
1. Matematika adalah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Mitos ini membuat siswa malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang matematika. Padahal, sejatinya matematika bukanlah ilmu menghafal rumus, karena tanpa memahami konsep, rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat. Sebagai contoh, ada soal berikut, “Basri merakit sebuah mesin 6 jam lebih lama daripada Abrar. Jika bersama-sama mereka dapat merakit sebuah mesin dalam waktu 4 jam, berapa lama waktu yang diperlukan oleh Abrar untuk merakit sebuah mesin sendirian ?”. Seorang yang hafal rumus persamaan kuadrat tidak akan mampu menjawab soal tersebut apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam bentuk persamaan kuadrat. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihapal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika siswa mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.
2. Matematika adalah ilmu abstrak dan tidak berhubungan dengan realita. Mitos ini jelas-jelas salah kaprah, sebab fakta menunjukkan bahwa matematika sangat realistis. Dalam arti, matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg. Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi dan bahkan sosial, matematika berperan secara signifikan. Robot cerdas yang mampu berpikir berisikan program yang disebut sistem pakar (expert system) yang didasarkan kepada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang dan konsep GPS juga dilandaskan kepada konsep model matematika, geometri, dan kalkulus. Hampir semua teori-teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui matematika.
3. Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Anggapan ini jelas keliru. Meski jawaban (solusi) matematika terasa eksak lantaran solusinya tunggal, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Walau jawaban (solusi) hanya satu (tunggal), cara atau metode menyelesaikan soal matematika sebenarnya boleh bermacam-macam.

TOT (Training of Trainers) Module Implementation Team (MIT) Paket Adaptasi Matematika Kohort II DBE2 Sulawesi Selatan (Makassar, Pinrang, Sidrap, Luwu) yang digelar tanggal 13 sampai 17 Januari 2009  di Makassar, setidaknya menjawab dan meruntuhkan mitos-mitos yang berkembang selama ini di tengah-tengah hiruk pikuk pembelajaran matematika, terutama di Sekolah Dasar. Matematika yang dimitoskan banyak orang dibedah oleh 41 peserta yang terdiri dari Master Teacher Trainer, Pemandu Bidang Studi Matematika, Dosen-Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah maupun Dosen Universitas Negeri Makassar, Widiyaiswara LPMP, Pengawas Pendidikan Depag, Distric Learning Coordinator (DLC) DBE2 Sul-Sel yang menghasilkan beberapa point penting yang akan diimplemetasiukan pada Pelatihan Tim Sekolah (PTS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah(K3S),maupun Kelompok Kerja Guru (KKG) sampai Bantuan Profesional Sekolah (BPS) atau Pendampingan, untuk menghasilkan pembelajaran Matematika yang menyenangkan, dan tidak membosankan.......selanjutnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentar ANDA